NILAI-NILAI KEAGAMAAN TELAH LUNTUR

Jika kita amati skenario kehidupan agama secara keseluruhan, kita bisa melihat adanya suatu situasi yang bersifat paradoksal saat ini. Secara umum, dapat dikatakan bahwa agama kehilangan panutan di satu sisi, tetapi pada saat yang sama terdapat peningkatan kekuatan di sisi lain. Pada sebagian lapisan masyarakat di hampir semua agama, muncul pengungkapan kembali dogma-dogma lama yang kaku dan munculnya rasa kurang toleransi terhadap mereka yang berbeda pendapat.

Di segi moral, dapat dikatakan agama mengalami kemunduran. Kejahatan merajalela, kebenaran telah hilang, keadilan telah pupus, tanggung jawab sosial kepada masyarakat diabaikan dan individualisme yang egoistis merebak bahkan di negara-negara yang merasa dirinya penganut agama yang baik. Hal ini serta kejahatan sosial lainnya merupakan tanda-tanda dekadensi moral masyarakat yang menggejala secara umum. Bila  kita sadari bahwa nilai-nilai moral keagamaan adalah unsur yang membentuk kehidupan dan jiwa dari agama itu sendiri, maka pengkerdilan nilai-nilai tersebut dengan sendirinya akan membawa kita pada kesimpulan bahwa jika memang ada kita melihat usaha pembangkitan kembali wujud jasmani dari agama, namun jiwa agama itu sendiri tambah mengabur dan mati. Jadi, apa yang kita lihat dalam kehidupan beragama sekarang sebagai usaha pemberdayaan agama, sebenarnya tidak lebih dari menghidupkan bangkai mati.

Orang-orang yang mempunyai kecenderungan agama akhirnya bosan  karena melihat stagnasi atau ketiadaan perkembangan yang menarik hati. Mereka mengharapkan bisa melihat mukjizat-mukjizat yang ternyata tak kunjung tampak. Mereka tidak melihat adanya phenomena bantuan samawi yang bisa merubah kondisi dunia menurut selera mereka. Mereka menginginkan dapat melihat pemenuhan nubuwatan-nubuwatan yang dapat memberikan pembenaran pada keimanan mereka. Nyatanya tidak ada suatu pun yang terwujud. Mereka inilah yang akhirnya menjadi pengikut kultus-kultus baru yang memanfaatkan frustrasi mereka itu. Dorongan untuk melepaskan diri dari masa lalu menimbulkan keinginan  untuk mengisi kekosongan jiwa mereka dengan sesuatu yang baru.

      Selain dari kecenderungan destruktif demikian, phenomena lain yang juga mungkin terkait dengan hidupnya kembali dogma-dogma agama, adalah ancaman pada perdamaian dunia. Dengan bangkitnya kembali dogma-dogma tersebut, muncul suasana beracun yang ternyata fatal bagi kelangsungan kemerdekaan dialog dan kebebasan arus berfikir. Tidak hanya itu, ada pula rencana-rencana jahat para politisi yang mencoba memanfaatkan situasi gamang demikian bagi kepentingannya pribadi meskipun untuk itu ia harus mencoreng citra agama. Di samping itu secara historis memang sudah ada kecemburuan dan perseteruan antar agama. Sekarang ini apa yang dikenal sebagai media “bebas” yang mestinya bisa memainkan peran netral dalam percaturan dunia, nyatanya dikendalikan oleh tangan-tangan tak kelihatan. Dengan demikian di suatu negeri dengan satu agama dominan, jika medianya ikut-ikutan memburuk-burukkan citra agama lainnya maka skenarionya menjadi sangat kompleks. Korban pertama dari pertarungan tersebut dengan sendirinya adalah agama.

Saya sangat merisaukan apa yang sedang terjadi saat ini di lingkungan hidup  keagamaan. Sudah waktunya agama-agama yang ada untuk berupaya secara serius berusaha menghapuskan kesalahpahaman di antara mereka. Saya meyakini bahwa Islam mampu memberikan pemecahan yang bisa memuaskan sepenuhnya kebutuhan dan keinginan kita. Guna memudahkan pemahaman, saya akan memilah-milah masalah ini dalam beberapa bagian.

Misalnya, saya meyakini bahwa bagi suatu agama yang ingin menciptakan perdamaian di dunia, adalah suatu keniscayaan bahwa agama yang mampu mempersatukan manusia adalah yang juga dapat menerima sifat universalitas agama dengan pengertian bahwa semua manusia adalah mahluk dari Pencipta yang satu, terlepas dari warna kulitnya, suku bangsa atau pun faktor geografisnya. Dengan demikian mereka semuanya berhak memperoleh petunjuk samawi, kalau memang petunjuk samawi itu diberikan kepada salah satu bagian dari masyarakat manusia. Pandangan ini meniadakan konsep monopolisasi kebenaran oleh salah satu agama.

Apapun nama atau ajarannya, semua agama yang ada, dimana pun atau kapan pun keberadaannya, mempunyai dasar kebenaran samawi. Kita juga harus mengakui bahwa agama-agama mempunyai sumber yang sama, meskipun di antara mereka terdapat perbedaan-perbedaan ajaran dan pandangan. Sumber samawi yang melahirkan suatu agama di suatu bagian dari dunia, tentunya juga memperhatikan kebutuhan agama dan spiritual manusia di bagian lain dunia dan yang berada di kurun waktu yang berbeda.

Inilah tepatnya pesan yang disampaikan oleh Al-Quran, Kitab Suci umat Islam.

About isyaat

Media Informasi Dan Tarbiyat MKAI Jakarta Barat

Posted on 06/08/2012, in Uncategorized and tagged , . Bookmark the permalink. Komentar Dinonaktifkan pada NILAI-NILAI KEAGAMAAN TELAH LUNTUR.

Komentar ditutup.