FITRAT DARIPADA WAHYU

Apakah yang dimaksud dengan wahyu itu? Apakah wahyu hanya suatu istilah yang menggambarkan kegiatan eksplorasi secara sadar dan tidak sadar dari batin manusia, ataukah merupakan sesuatu yang sumbernya berasal dari luar diri manusia, yang kemampuan pengetahuannya mengatasi manusia?

Bahkan di antara mereka yang mempercayai wahyu juga terdapat perbedaan pemahaman mengenai hakikatnya. Sebagai contoh, mayoritas pemeluk agama Buddha, Konghucu dan Tao di masa sekarang menganggap bahwa pengalaman para pendiri agama mereka sebagai suatu hal yang muncul dari fikiran mereka masing-masing saja, baik secara sadar atau tidak sadar. Sebagaimana dikemukakan di muka, mereka menganggap kebenaran hanya sebagai suatu bagian yang ada dalam setiap jiwa yang merupakan bagian dari alam. Ilham bagi mereka merupakan sarana kontak dengan sumber mata air kebenaran hakiki tersebut. Adapun agama-agama lainnya menganggap wahyu sebagai suatu pengalaman yang merujuk pada sumber eksternal yaitu Tuhan yang Maha Kekal dan Maha Mengetahui.

Jika kita perlebar ruang lingkup telaah kita, akan terlihat adanya banyak kasus-kasus autentik tentang wahyu yang terdapat di luar bidang keagamaan. Sebagai contoh, banyak hal-hal menarik tentang informasi yang bersifat kompleks yang disampaikan melalui wahyu kepada beberapa ilmuwan.

Pada tahun 1865 seorang ahli kimia Jerman, Friedrich August Kekulé, sedang berkutat mencoba memecahkan sebuah problema di bidang kimia yang telah membingungkan semua peneliti. Suatu malam Kekulé bermimpi dimana ia melihat seekor ular melingkar sambil menggigit ekornya sendiri di mulutnya. Mimpi ini langsung membuka fikirannya ke arah solusi dari pertanyaan yang selama ini membingungkannya. Melalui mimpi tersebut terurailah rahasia dari perilaku molekuler pada beberapa senyawa organik, sebuah temuan yang telah menciptakan revolusi dalam pemahaman kimia organik. Ia menafsirkan mimpi itu sebagai pengertian bahwa dalam molekul benzena, atom-atom karbon mengikat diri bersama-sama membentuk sebuah struktur cincin. Pengetahuan ini melahirkan medan penelitian baru di bidang kimia organik sintetik yang sangat besar dan berkembang maju, menghasilkan banyak sekali bentuk-bentuk material sintetik yang baru. Industri farmasi masa kini menjadi tambah bergantung pada obat-obatan sintetik. Umat manusia merasa benar-benar berhutang budi pada satu mimpi melalui mana Kekulé telah memecahkan problema tersebut.

Elias Howe adalah orang pertama yang melakukan mekanisasi pada proses jahit-menjahit. Ia juga memperoleh jawaban melalui mimpi atas sebuah problema yang telah lama menjadikannya frustrasi. Dalam mimpinya ia melihat dirinya ditingkari oleh orang-orang liar yang mengancam akan membunuhnya kecuali ia bisa membuatkan sebuah mesin jahit untuk mereka. Karena tidak bisa memenuhi, ia lalu diikatkan pada sebuah pohon dan orang-orang liar itu mulai menyerang dirinya dengan anak panah dan lembing. Ia terpesona melihat bahwa pada ujung lembing-lembing itu terdapat lubang-lubang tali. Ketika terjaga, ia segera menemukan solusi yang menuntunnya untuk membuat prototipe mesin jahit yang telah merevolusi industri konveksi pakaian jadi secara dramatis. Melalui mimpinya itu ia memahami bahwa ia harus memberikan lubang benang pada setiap jarum jahit mesinnya.

Adalah ide ini yang telah menolong yang bersangkutan memecahkan suatu problema yang tadinya hampir tidak mungkin bisa diatasi. Sulit membayang­kan bagaimana keadaan pakaian manusia di masa sekarang tanpa berkat dari mimpi tersebut. Sungguh suatu revolusi yang dicetuskan oleh sebuah wahyu.

Melihat demikian banyak pengalaman seperti itu, salah satu penjelasan yang mengemuka dalam fikiran ialah wahyu itu merupakan suatu phenomena yang muncul dari bawah sadar. Ketika fikiran sadar sudah lelah memikirkan suatu problema rumit sebelum jatuh tertidur, problema ini lalu ditransfer ke bagian bawah sadar. Selama yang bersangkutan sedang tidur, alam bawah sadarnya terus memikirkan data yang diterimanya dan akhirnya mengkomputasi solusi yang diperlukan. Terkadang solusi bisa diterima melalui visi atau kashaf, dan terkadang juga terdengar sebagai pesan verbal. Jika demikian keadaannya, apakah hal ini berarti bahwa semua bentuk wahyu, dengan cara apa pun kemunculannya, semuanya adalah pesan-pesan dari alam bawah sadar tanpa kekecualian?

Dalam contoh-contoh di atas, dapat dikatakan bahwa semua bentuk informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan suatu masalah, sebenarnya sudah ada dalam fikiran alam sadar, sedangkan alam bawah sadar merupakan sarana yang lebih ampuh guna mensintesakan informasi terkait melalui suatu cara yang misterius. Apakah ini saja yang bisa dikatakan sebagai keseluruhan pengalaman manusia berkaitan dengan wahyu yang memberi inspirasi, atau apakah ada bentuk-bentuk lain yang berada di luar ruang lingkup proses mental?

Agama-agama besar di dunia berkeyakinan bahwa para Nabi dan orang-orang suci mereka telah menerima wahyu dari sumber eksternal yang disebut sebagai Tuhan. Yang lainnya menganggap hal itu sebagai kesimpulan yang salah, meski tidak menuduh mereka sebagai sengaja menipu tetapi menganggapnya sebagai pengalaman internal batin sendiri yang disalah-artikan sebagai datang dari sumber eksternal. Jika demikian keadaannya maka fondasi dari semua agama-agama samawi jadinya malah amat goyah. Kebenaran pernyataan seperti itu hanya dapat dibuktikan jika bukti-bukti eksternal memang mendukungnya.

Karena merupakan suatu hal yang amat luas jangkauannya dan suatu kerja yang luar biasa berat guna memverifikasi kebenaran dari setiap pernyataan satu per satu, kami hanya akan mencoba kriteria tersebut pada Al-Quran saja. Fondasi dari semua agama-agama besar bertumpu pada kepercayaan kepada Wujud sang Pencipta yang Maha Agung, dimana setelah menciptakan manusia, Dia tidak meninggalkan­nya begitu saja dan tetap mengikuti dan memperhatikan perjalanan kehidupannya. Adalah Dia yang telah menyampaikan bimbingan melalui para Rasul-Nya, kapan dan kepada siapa Dia berkenan. Dia mengungkapkan keberadaan Diri-Nya dan menyatakan kehendak-Nya kepada umat manusia agar mereka membentuk kehidupan mereka sejalan dengan petunjuk-Nya. Kalau ini benar adanya maka yang namanya wahyu harus diperlakukan sebagai suatu sumber pengetahuan independen, yang berbeda dari ilham psikis semata, dimana rasionalitas menduduki posisi kedua setelahnya.

Dari sudut pandang fikiran manusia, wahyu sepertinya merupakan pengalaman batin yang terjadi dalam ruang lingkup kejiwaan manusia. Karena itulah maka pesan-pesan samawi bisa menjadi rancu dengan pengalaman alam bawah sadar lainnya. Hampir semua orang dalam salah satu saat kehidupannya pernah bersua dengan kinerja kejiwaan. Kejiwaan manusia memiliki mekanisme terpasang yang bisa menciptakan ilusi dan visi yang terkadang demikian jelas sehingga terasa amat nyata oleh yang mengalaminya.

Pengalaman-pengalaman seperti itu termasuk dalam suatu bidang luas yang dikategorikan sebagai mimpi, pesan verbal, nada musik, imaji dan impresi. Adapun mereka yang fikirannya terganggu atau yang amat tegang, pengalaman mereka bisa demikian intens sehingga mereka seolah-olah melihat halusinasi-halusinasi menakutkan yang bisa membuat mereka gila. Demam yang tinggi juga dapat menimbulkan eksitasi fikiran yang sama. Terlepas dari pada itu, ada pula pengalaman-pengalaman yang sifatnya berbeda dan menghasilkan mimpi atau visi yang teratur, memberikan rasa tenang dan menyejukkan, sehingga membuat fikiran menjadi teduh serta membuang segala ketakutan dan was-was yang dirasakan manusia tanpa mengetahui sumbernya. Disamping itu terdapat pula pesan-pesan suara yang disampaikan secara jelas oleh penampakan manusia atau malaikat atau suara dari seseorang yang tidak tampak. Kalau semua ini dianggap sebagai produk dari fikiran dan kejiwaan manusia, maka semua pengalaman spiritual atau keruhanian akan dianggap sebagai phenomena kejiwaan belaka.

Jika demikian adanya, lalu dimanakah posisi wahyu dan kashaf yang bersifat samawi? Ini adalah pertanyaan penting yang harus dijawab secara tegas dan jelas. Fikiran manusia sudah dilengkapi segala mekanisme untuk menciptakan atau menerima impresi-impresi demikian. Tetapi Tuhan dalam hal ini juga bisa menggerakan mekanisme kejiwaan ini kapan Dia berkenan. Guna mencari jawaban atas pertanyaan ini, kita perlu menelaahnya lebih mendalam dan agar mudah, sebaiknya dipilah-pilah terlebih dahulu.

Ilham (inspirasi)

Sebagaimana fikiran bawah sadar bisa memunculkan halusinasi dan kegilaan, begitu juga bisa mencipta visi atau kashaf dan pesan-pesan yang teratur dan bermakna. Di latar belakang, fikiran bisa saja terus berkutat tentang suatu masalah tanpa menyadarinya secara penuh, yang akhirnya akan menghasilkan jawaban bagi fikiran sadar. Fikiran bawah sadar itu terus saja mengolah suatu permasalahan sampai menemukan jawaban yang ditransmit ke fikiran sadar melalui mimpi, kashaf dan lain-lain. Hasil yang diperoleh melalui proses ini selalu berada dalam ruang lingkup data yang tersedia yang telah diterima oleh fikiran. Proses seperti ini bisa jadi tidak memerlukan pengaruh dari sarana luar untuk mengaktifkannya. Bahkan seorang penjahat pun melalui proses inspirasi bawah sadarnya, bisa saja mengembangkan suatu rencana yang piawai untuk melakukan kejahatan. Yang jangan dilupakan ialah hasil dari suatu ilham selalu terkait dengan volume dan mutu data yang tersedia dalam fikiran manusia, tidak lebih daripada itu.

Pengalaman psikis di luar halusinasi

Halusinasi yang muncul karena kegilaan atau karena penggunaan obat-obatan, tercipta karena fikiran manusia menjadi terlalu tegang (overexcited) dan mekanisme bawah sadarnya menjadi ikut-ikutan tercambuk. Dalam keadaan seperti itu maka hasil penampakannya menjadi terpotong-potong tidak berhubungan. Pada umumnya orang lain juga langsung bisa menyadari bahwa penampakan seperti itu merupakan serpihan dari fantasi seseorang dari berbagai bentuk kegilaan dan penglihatan yang menakutkan. Pengamat luar juga bisa langsung melihat kebingungan dan kenekatan yang biasanya mengikuti kegalauan fikiran seperti itu. Namun terlepas daripada itu, fikiran bawah sadar juga bisa merajut imaji-imaji mengandung arti dengan suatu pesan yang dibawanya. Begitu juga dimungkinkan bagi fikiran bawah sadar untuk berkomunikasi dengan fikiran sadar seolah-olah secara sengaja. Yang perlu dipastikan adalah kemungkinan apakah sarana dari luar bisa mempengaruhi fikiran manusia dengan memanfaatkan mekanisme internalnya sendiri.

Riset dan eksperimentasi berbasis ilmiah berskala besar yang telah dilakukan para psikologis, menunjukkan bahwa hal tersebut memang dimungkinkan. Fikiran seseorang bisa mengaktifkan fikiran orang lain dan mengarahkannya agar berfikir menurut perintahnya. Riset mengenai phenomena ini sedang dilakukan pada berbagai universitas dan berdasar hasilnya dikatakan bahwa tidak saja mungkin, malah sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang kadang terjadi secara otomatis atau juga melalui upaya yang dilakukan secara sadar, dimana ide dari seseorang bisa disebrangkan ke fikiran orang lain tanpa memanfaatkan media material apa pun.

Hipnotisme

Seorang ahli hipnotis bisa berkonsentrasi kepada fikiran orang lain dan menciptakan impresi-impresi yang sebenarnya ditanamkan oleh si penghipnotis sendiri. Sebagaimana biasa ditemui pada proses penyembuhan psikis, tujuan dari hipnotisme adalah menggali rahasia-rahasia tersembunyi di fikiran subyek dan dibawa ke permukaan atau mendorong kekuatan fikirannya sendiri untuk menyembuhkan diri.

Sering sekali terjadi bahwa seorang pasien yang terganggu mentalnya menjadi kehilangan keberanian untuk menghadapi sendiri bayang-bayang fikirannya yang mengganggu. Ia mencoba menguburnya dalam-dalam namun tidak cukup dalam. Bayang-bayang itu terletak di antara fikiran sadar dan bawah sadar dalam keadaan gelisah terus menerus. Dengan bantuan pihak luar, yang bersangkutan akhirnya bisa mengerahkan kekuatan untuk membawanya ke permukaan dan membuangnya. Phenomena ini mirip dengan selusup benda kecil di bawah kulit yang jika tidak dibuang akan menimbulkan siksaan dan kegelisahan tak putus. Pada seorang pasien kejiwaan, tugas yang dilakukan pisau bedah seorang dokter dalam hal ini dilaksanakan melalui sugesti sang penghipnotis.

Telepathi

Telepathi merupakan bentuk komunikasi paranormal lainnya yang tidak memanfaatkan sugesti. Tanpa bantuan dari suatu media ilmiah yang dikenal, fikiran seseorang ditransfer ke orang lain tanpa melalui kontak verbal atau pun visual. Kejadiannya mirip dengan kedua garpu dari garpu tala yang bergetar pada satu frekwensi. Jika yang satu beresonansi maka yang lainnya juga ikut bergetar.

Jika dalam kenyataannya hipnotisme dan telepathi bisa berjalan sebagaimana yang terdapat nyata dalam kehidupan manusia, lalu mengapa Tuhan tidak menggunakan mekanisme yang sama untuk mentransfer perintah-perintah-Nya kepada manusia? Apakah Dia tidak bisa menggunakan sarana yang sama untuk menyampaikan kehendak-Nya kepada umat manusia?

Pengalaman bawah sadar lainnya

Mimpi merupakan phenomena universal yang dialami oleh segala bangsa di segala zaman, tetapi mimpi tidak hanya terdiri dari satu kategori saja. Dalam kebanyakan hal, mimpi merupakan produk dari kejiwaan manusia. Cara fikiran bawah sadar menangani arus data masuk mencerminkan perhatian dan permasalahan yang sedang dihadapi orang bersangkutan. Sekarang ini telaah studi tentang mimpi sudah jauh meninggalkan era teori Freud. Banyak dari riset sekarang dilaksanakan dengan bantuan peralatan elektronik yang canggih.

Hanya saja dari sudut pandang keagamaan, terdapat ada dua jenis mimpi, yaitu yang bersumber pada faktor-faktor psikis manusia dan yang dianggap berasal dari Tuhan serta mengandung pengertian yang lebih mendalam. Bisa saja mimpi itu membawa pertanda buruk atau juga kabar baik tentang masa depan. Bisa pula merupakan informasi yang sebelumnya tidak diketahui oleh yang bermimpi. Mimpi-mimpi demikian mempertegas gambaran probabilitas eksistensi dari Wujud yang tidak kasat mata (gaib), bersifat sadar, luhur dan eksternal, yang jika Dia berkenan akan membuka hubungan komunikasi dengan manusia mengenai apa pun yang dipilih-Nya.

Cukup banyak bukti-bukti dari pengalaman keagamaan yang bisa dikemukakan sebagai pembenaran dari bahasan tersebut. Namun mereka yang tidak mempercayai suatu agama tentunya akan sulit menerimakan bukti-bukti tersebut sebagai valid. Masalahnya karena jika seseorang bisa menerima pandangan bahwa ada suatu Wujud Maha Sadar yang bisa mengaktifkan fikiran manusia, maka sama saja dengan mengatakan bahwa ia meyakini adanya eksistensi Tuhan, padahal demikian itu merupakan suatu yang amat alergik bagi para pemikir dan ilmuwan sekuler.

Masalah kedua adalah karena pada sebagian besar agama-agama, phenomena seperti ini dikemukakan dengan nuansa supra-natural, ajaib dan fantastik tidak masuk akal sehingga sulit bagi para ilmuwan untuk mempercayainya. Dramatisasi daripada pengalaman spiritual para santo dan Nabi-nabi oleh para pengikut mereka jadinya malah tidak menguntungkan bagi mereka mau pun bagi kebenaran itu sendiri. Hasilnya malah berupa pengaburan dan pengelabuan realitas komunikasi samawi tersebut sehingga akhirnya sulit menarik garis batas yang tegas di antara khayalan manusia dengan realitas agung dari pengalaman spiritual.

Di antara kitab-kitab samawi adalah Al-Quran yang terbebas dari campur tangan manusia dan kitab ini mengungkapkan masalah dan pengalaman keruhanian dalam istilah-istilah alamiah dan rasional, dan menolak tuntutan umat kafir yang meminta tanda-tanda supra-natural. Jika ditinjau dari sudut pandang Al-Quran maka yang namanya mukjizat dan tanda-tanda samawi tidak akan pernah melanggar hukum atau kaidah alam.

Sebagai contoh, mukjizat Nabi Musa a.s. yang meski diyakini oleh para ahli kitab sebagai bersifat supra-natural, dalam Al-Quran dikemukakan dengan cara yang sederhana, rasional dan bagaimana adanya. Namun memang hal itu tidak bisa dilihat sekilas pintas saja karena dibutuhkan suatu telaah mendalam guna mencari inti dasar pengertiannya. Tidak berarti ayat-ayat tersebut disengaja bersifat tersamar, tetapi maksud hakikinya pasti akan terlewatkan oleh mereka yang telah mempunyai prasangka di muka tentang kejadian-kejadian supra-natural. Berikut ini adalah ungkapan Al-Quran tentang mukjizat tersebut:

Berkata ia, yakni Musa: “Lemparkanlah olehmu dahulu.”  Maka tatkala mereka melemparkan tongkat mereka, mereka menyihir mata orang-orang dan membuat mereka itu takut dan mereka menampilkan sihir yang hebat. Dan Kami mewahyukan kepada Musa “Lemparkanlah tongkat engkau!”  Maka sekonyong-konyong tongkat itu nampak seperti menelan apa-apa yang disulap mereka. Maka kebenaran tegaklah dan lenyaplah apa yang telah mereka kerjakan.’ (S.7 Al-A’raf:117-119) 1

Disini Al-Quran mengungkapkan suatu kejadian dimana para ahli sihir Firaun dikatakan telah melepaskan pesona sihir, bukan pada tali temali yang mereka lempar tetapi pada mata para hadirin, suatu hal yang biasa dikenal sebagai hipnotisme. Tidak ada hukum alam yang dilanggar dalam hal ini. Guna menangkal ilusi hipnotisme atau mesmerisme1 itu, Tuhan telah mengerahkan kehendak-Nya yang lebih superior melalui Nabi Musa a.s. untuk membuyarkan pesona para ahli sihir tersebut. Dalam hal ini Al-Quran sama sekali tidak mengatakan bahwa tongkat Nabi Musa a.s. menelan tali-temali ahli sihir itu, yang dikemukakan hanyalah tongkat itu menelan apa-apa yang disulap mereka yaitu bayangan tali temali yang seolah-olah berubah menjadi ular-ular.

Episoda yang sama diungkapkan dalam Surah lain yang bisa lebih memperjelas tentang apa yang sebenarnya terjadi:

Berkata ia, Musa, “Silakan kamu yang melempar.”  Lalu tali temali mereka dan tongkat-tongkat mereka nampak kepadanya, oleh pengaruh sihir mereka, seolah-olah berlari-larian. Maka Musa merasa takut dalam hatinya. Kami berkata: “Ya Musa, jangan takut, karena sesungguhnya engkaulah yang akan menang.” (S.20 Tha Ha:67-69) 2

Dalam ayat ini Al-Quran berbicara tentang Nabi Musa a.s. sendiri yang telah terpengaruh oleh kekuatan psikis dari para ahli sihir. Ayat ini mensiratkan bahwa Nabi Musa a.s. tidak mampu membuyarkan pesona para ahli sihir dengan kekuatan fikirannya sendiri saat ia melemparkan tongkatnya. Secara psikologis adalah tidak mungkin bagi fikiran seorang manusia untuk membuyarkan pesona seorang penghipnotis jika ia telah berhasil menundukkannya. Karena itu jelas bukan Nabi Musa a.s. sendiri yang telah mengatasi pesona para ahli sihir tersebut dengan kekuatan fikirannya sendiri, melainkan berkat bantuan eksternal dari Wujud Tuhan sendiri.

Adalah aspek dari keseluruhan kejadian itu yang sebenarnya merupakan mukjizat. Kalau tidak demikian maka siapa saja yang memiliki kekuatan fikiran atau kemauan yang lebih kuat, bisa saja mengalahkan upaya para ahli sihir tersebut. Yang paling menyadari hal ini adalah para ahli sihir itu sendiri yang kemudian langsung bertobat dan menyatakan bahwa pasti ada Tangan Tuhan yang bekerja di sisi Nabi Musa a.s.  Mereka menyaksikan bagaimana Nabi Musa a.s. telah jatuh di bawah pengaruh mereka

Sebagaimana juga penonton lainnya. Lalu bagaimana mungkin fikiran beliau bisa membebaskan dirinya sendiri dan penonton lainnya dari pesona para ahli sihir tersebut? Secara bersamaan, ayat ini juga telah mengungkapkan apa yang selama ini dianggap sebagai misteri dari sihir. Apa yang dihasilkan oleh para ahli sihir itu bukanlah ular-ular sebenarnya yang terbuat dari tongkat dan tali-temali, tetapi semata-mata hanya merupakan ilusi yang diciptakan melalui kekuatan psikis.

Wahyu adalah nama lain dari produk kejiwaan manusia, namun berdasarkan perintah dan dikendalikan dari atas oleh Tuhan sendiri. Secara masuk akal kita bisa menyimpulkan bahwa Tuhan telah menciptakan sarana sistem penerimaan yang demikian maju dan rumit di dalam fikiran manusia adalah dengan tujuan akhir agar manusia bisa berkomunikasi dengan Wujud-Nya. Karena itu wahyu Ilahi tidak ada mengandung hal-hal yang nyeleneh atau tidak alamiah di dalamnya.

Fikiran setiap manusia telah dilengkapi dengan kecenderungan berkomunikasi dengan manusia lainnya melalui sarana persepsi ekstra-sensori ini. Hanya saja patut disimak bahwa sarana terpasang yang dimaksud cuma akan berjalan sejajar dengan kehandalan dan bisa dipercayanya mutu kebenaran manusia bersangkutan. Imajinasi seorang pendusta bisa saja ngawur kemana-mana berisi imaji dari hal-hal semu yang tidak berarti. Hasrat dirinya akan menciptakan mimpi-mimpi palsu yang semata-mata merupakan produk kejiwaannya sendiri. Adapun manusia yang terbiasa lurus, jujur dan setia, tak akan mungkin membiarkan fikirannya melantur menghasilkan visi dan suara yang kacau. Karena itulah para Rasul yang dipilih Tuhan untuk menyampai­kan pesan-Nya kepada umat manusia, pasti terdiri dari orang-orang yang mutlak jujur, setia dan bisa dipercaya. Integritas diri mereka itu yang akan menjamin kemurnian penyampaian pesan tanpa tercemar. Dengan demikian kesucian diri si penerima merupakan faktor utama dalam menjaga dan memelihara kemurnian wahyu. Tidak heran jika dalam semua kitab-kitab samawi, semua Nabi-nabi digambarkan sebagai personifikasi kebenaran. Kebenaran merupakan bukti autentik dari keabsahan pengakuan mereka dan validitas daripada pesan yang disampaikan.

Terkadang suatu pengalaman intuitif yang tanpa suara atau pun visi, sebenarnya juga merupakan sejenis wahyu eksternal. Banyak orang-orang suci yang menggambarkan pengalaman demikian sebagai suatu keadaan kehilangan kesadaran akan dunia sekeliling dan tenggelam masuk ke dalam kesadaran batiniah. Ia kemudian akan kembali ke permukaan realitas sambil membawa pesan, laiknya seorang penyelam mutiara yang muncul ke permukaan membawa segenggam mutiara. Kelihatannya yang bersangkutan mengalami sesuatu dalam batinnya yang pada sumbernya tidak mengandung kata atau imaji. Keadaannya seperti suatu pengalaman intens yang menggairahkan yang mulai dilengkapi dengan kata-kata saat muncul lagi ke permukaan. Namun dampak atas diri yang bersangkutan terasa demikian keras seolah-olah ia mendengar orang lain berbicara kepadanya secara langsung dan jelas, sama seperti ia sedang berada dalam keadaan jaga. Hanya saja wahyu eksternal demikian tidak bisa diidentifikasi semata-mata melalui impresi si penerima atau cara yang bersangkutan menjelaskan pengalamannya. Kriteria satu-satunya disamping kejujuran yang bersangkutan yang telah teruji, adalah fitrat daripada isi wahyu. Tidak cukup bahwa si penerima adalah seorang yang lurus saja, karena isi dari wahyu harus juga menjadi bukti internal dari kejujurannya.

Perbedaan yang dikemukakan di atas, yaitu di antara pengalaman kejiwaan dengan wahyu hakiki dari langit, kemungkinan tidak begitu mudah dipahami orang awam yang tidak berpengalaman. Adapun orang yang menerima wahyu itu sendiri biasanya langsung bisa mengenalinya sebagai pesan dari atas karena fitrat pesan yang dikandungnya sama sekali tidak terkait dengan pengetahuan yang dimilikinya atau pun pengalaman kejiwaannya.

Keaslian dari suatu wahyu akan lebih bisa dipercaya orang lain jika ditunjang dengan bukti-bukti eksternal yang kemudian muncul. Bukti-bukti eksternal tersebut bisa jadi muncul pada umat kontemporer sezaman dengan penerima wahyu, atau bisa juga muncul kemudian sejalan dengan nubuatan. Tidak ada siapa pun yang bisa membayangkan karena semuanya itu merupakan pengetahuan dan temuan di masa depan. Kebenaran dari wahyu-wahyu seperti itu memang dimaksudkan untuk meyakinkan umat manusia di kemudian hari, dimana pengetahuan mereka yang telah maju kemudian mengakui kebenaran dari wahyu-wahyu yang disampaikan di masa lalu. Karena itu mestinya tidak sulit bagi para pengamat untuk membedakan di antara pengalaman kejiwaan di satu sisi dengan komunikasi hakiki dengan Tuhan di sisi lain.

Sekarang kita tengok yang disebut sebagai nubuatan yang berdasarkan wahyu Ilahi, yang meski pun sebenarnya ditujukan kepada generasi kontemporer, tetapi juga telah mencengangkan umat manusia di masa sesudahnya.

Contoh mengenai hal ini adalah mimpi terkenal dari raja Mesir yang kemudian ditafsirkan oleh Nabi Yusuf a.s.  Menurut penuturan Al-Quran, mimpi itu diceritakan kepada Nabi Yusuf a.s. saat sedang berada dalam penjara karena suatu fitnah tuduhan palsu. Mimpi tersebut sangat aneh dan membingungkan orang-orang bijak yang berada di istana raja. Namun bagi Nabi Yusuf a.s. ternyata mudah menafsirkan pesan yang terkandung di dalamnya. Penafsiran yang bijak dan piawai ini kemudian didukung dan dibuktikan oleh kejadian-kejadian pada tahun-tahun berikutnya.

Dalam mimpinya, sang raja tersebut melihat tujuh buah tongkol jagung yang hijau dan sehat serta tujuh tongkol yang kering hampir tidak berbiji. Ia juga melihat tujuh ekor sapi kurus melahap tujuh ekor sapi gemuk yang sehat. Ketika ia menceritakan mimpi ini kepada penghuni istana dan meminta takwilnya, mereka menganggapnya sebagai omong kosong hasil khayalan dari fikiran sendiri yang tidak mempunyai makna apa pun.

Kebetulan pada waktu itu ada seorang pelayan raja yang pernah dikurung bersama dengan Nabi Yusuf a.s. di penjara tersebut. Ia juga pernah mendapat mimpi aneh saat dipenjara yang telah ditafsirkan secara benar oleh Nabi Yusuf a.s. dimana dikatakan bahwa ia akan segera bebas dan kembali melayani majikannya sang raja. Mengharapkan bahwa Nabi Yusuf a.s. juga bisa menafsirkan mimpi sang raja, ia menyarankan agar dirinya diperkenankan bertemu lagi dengannya. Setelah diizinkan maka ia bertemu dengan Nabi Yusuf a.s. di penjara dan menceritakan mimpi raja tersebut. Nabi Yusuf a.s. segera menangkap artinya dan menjelaskan takwil mimpi itu secara logika dan tanpa keraguan.

Ketika kembali kepada raja, pelayan itu menyampaikan tafsiran Nabi Yusuf a.s. atas mimpi itu yang bermakna bahwa dalam kurun waktu tujuh tahun sejak mimpi tersebut, Tuhan akan memberkati Mesir dalam bentuk hujan yang banyak, yang akan menghasilkan panen berlimpah dari semua tanaman. Setelah masa tujuh tahun dari panen besar itu akan datang musim kekeringan selama tujuh tahun pula. Masa itu akan membawa bencana kelaparan kecuali panen dari tujuh tahun sebelumnya ditabung dan disimpan sebagai kompensasi kerugian selama tahun-tahun kekeringan.

Takwil tersebut sangat berkesan bagi sang raja sehingga ia segera mengeluarkan perintah untuk membebaskan Nabi Yusuf a.s. tetapi yang bersangkutan malah memilih tetap tinggal di penjara sampai tuduhan fitnah atas dirinya dijernihkan terlebih dahulu. Setelah dibebaskan secara terhormat dan pelaku sebenarnya telah mengakui kesalahannya, barulah beliau mau keluar dari penjara. Beliau amat dihormati oleh sang raja dan langsung ditunjuk sebagai menteri keuangan dan urusan perekonomian pemerintahannya.

Semua orang kemudian menjadi tercengang ketika semua kejadian yang dinubuatkan dalam mimpi itu menjadi kenyataan persis sama dengan takwil Nabi Yusuf a.s. yang tidak saja telah menyelamatkan bangsa Mesir dari bencana tetapi juga bangsa-bangsa nomaden serta penduduk negeri-negeri tetangga. Kejadian itu juga yang telah mempertemukan kembali Nabi Yusuf a.s. dengan keluarganya.

Mimpi seperti ini dengan segala ikutan pemenuhannya tidak mungkin dikesampingkan begitu saja sebagai khayalan seorang yang kebanyakan makan. Namun dibutuhkan sosok seperti Nabi Yusuf a.s. untuk menjelaskan artinya. Semua ini kiranya cukup menjelaskan bagaimana Tuhan telah mengaktifkan mekanisme kejiwaan seseorang untuk suatu tujuan tertentu. Melalui cara itulah Dia menyampaikan pesan dimana beberapa bagian dari yang tidak kasat mata (gaib) telah ditransfer ke bagian yang nyata. Hanya harus disadari bahwa mekanisme kejiwaan seperti ini tidak selalu digunakan Tuhan secara eksklusif atau pun oleh fikiran bawah sadar.

Masih ada kemungkinan ketiga sebagaimana dijelaskan di dalam kitab suci Al-Quran yaitu:

Maukah Aku beritahukan kepadamu kepada siapa syaitan-syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap orang berdosa yang berdusta. Mereka memasang telinga ke arah langit dan kebanyakan dari mereka adalah pendusta.’ (S.26 Asy-Syuara:222-224) 3

Menurut ayat di atas, orang-orang pendusta dan yang biasa berbohong bisa saja mengaktifkan mekanisme tersebut karena kecenderungan syaitaniah mereka sehingga kedustaan mereka yang tersamar sebagai wahyu telah menyesatkan mereka dan umat yang mengikutinya. Inilah kategori ketiga dari fungsi mekanisme kejiwaan. Faktor penentu adalah selalu kebenaran dan kedustaan dari orang yang mengalaminya. Para pendusta akan memperoleh wahyu yang palsu pula. Analisis dari wahyu yang tidak benar bisa selalu dilihat dari adanya kandungan unsur syaitaniah serta janji-janji kosong yang dibawanya.

oleh : Farid Mahmud Ahmad


1Mesmerisme atau hipnotisme mulai dikenal luas sebagai suatu wacana dan ilmu setelah dimanfaatkan oleh Franz Anton Mesmer (1734-1815), seorang dokter,  untuk pengobatan pasiennya. Ia menyebutnya sebagai magnetisme hewaniah dan baru kemudian lebih dikenal sebagai hipnotisme. (Penterjemah)

Referensi

1.    Al-Quran dengan terjemahan dan tafsir singkat (1987), Jemaat Ahmadiyah Indonesia, ed. 2.

2.    Al-Quran dengan terjemahan dan tafsir singkat (1987), Jemaat Ahmadiyah Indonesia, ed. 2.

3.    Al-Quran dengan terjemahan dan tafsir singkat (1987), Jemaat Ahmadiyah Indonesia, ed. 2.

About isyaat

Media Informasi Dan Tarbiyat MKAI Jakarta Barat

Posted on 28/06/2012, in Islam and tagged , , , , , , , . Bookmark the permalink. Komentar Dinonaktifkan pada FITRAT DARIPADA WAHYU.

Komentar ditutup.